Monday, February 19, 2018

Kolonel dr Suselo Wiriosapoetro : Pejuang Kemerdekaan di Bidang Kesehatan

Udah lama banget nggak ngeblog... bertahun-tahun yang sangat lama

Tapi lagi bongkar-bongkar dokumen, menemukan dokumen tentang kakek saya sendiri.. yang ternyata menurut saya seorang unsung hero.

Beliau namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit di Slawi, Tegal Jawa Tengah dan turut berkontribusi terhadap pengambil alihan rumah sakit tentara Belanda yang sekarang menjadi RSPAD Gatot Subroto

Inget punya blog.. ya jadi nulis lagi aja.. 😁
Sooo... ini sekilas mengenai sang kakek yang tidak pernah saya bertemu dengannya (wafat ketika ibunda gw masih kecil)



Kol. dr Suselo Wiriosapoetro
(aslinya hitam putih, tapi diwarnai dengan keren oleh akun instagram tukangpulas_asli)



Raden Suselo Wiriosaputro lahir di Magetan tanggal 21 Juni 1897. Anak dari R.Sastrodipoero yang berganti nama menjadi R.Kertodhipoero kemudian menjadi R.Sosroboesono.


RIWAYAT PENDIDIKAN

Permulaaan di ''Europeesche Lagere School'' di Madiun kemudian pindah ke Magelang, Tuban, dan akhirnya di Surabaya. Mengikuti ''Klein-Ambtenaars Examen'' di Surabaya tahun 1911, lulus dengan predikat "Goed". Juga dalam tahun 1911 itu lulus dalam ''Toelastings-Examen'' pada ''Burger Avond School'' (sebuah sekolahan teknis) di Surabaya dan masuk sekolah itu selama kira-kira 5 bulan.

Namun tahun 1911 itu juga lulus ujian untuk ''School tot Opleiding van Indische Artesen'' (STOVIA) di Jakarta, maka kemudian pindah ke Jakarta untuk belajar di STOVIA selama 9 tahun dan lulus dari ujian penghabisan tahun 1920 dan memperoleh gelar ''Indisch Arts''



RIWAYAT PEKERJAAN

Setelah lulus sebagai Indisch Arts tahun 1920, diangkat menjadi ''Gouvernements Indisch Arts'' dan dipekerjakan di ''Centrale Burgerlyke Ziekeninrichting'' (C.B.Z) di Surabaya, kemudian Banyuwangi, Kediri, dan Gresik.

Tahun 1921 dipindah ke Manokwari (Papua Barat). Tahun 1923 dipindah ke Fak-fak. Pada akhir tahun 1925 dipindah ke Pemalang karena menurut Inspektur D.V.G (''dienst volksgezondheid'') yaitu Jawatan Kesehatan Belanda, rumah sakit Pemalang berjalan kurang baik. Tahun 1927 mengundurkan diri dari kedinasan D.V.G karena tidak setuju dengan politik D.V.G dan membayar kembali semua biaya-biaya selama pendidikan di STOVIA.

Pada 14 Januari 1928 diangkat menjadi pimpinan dari dinas kesehatan rakyat di Biliton (Belitung) dalam ''Bevolkingsfonds Biliton'', merangkap sebagai asisten bedah dari dokter bedah dr. H Leeuwenburgh, sampai Maret 1941. Dalam masa itu menjalankan bersama-sama maupun sendiri bermacam-macam operasi sehingga mendapat banyak pandangan, pengetahuan, serta pengalaman dalam Obsteri dan Gineokologi.

Pada 29 Maret 1941 berhenti dari dinas Bevolkingsfonds Biliton atas permintaan sendiri

Tanggal 1 April 1941 diangkat menjadi ahli bedah di RS. Dukuh Waringin (sekarang RSUD drSuselo) di Slawi, Tegal.
Oleh ''Vereniging van lndonesische Geneeskundige'' (VIG) diberikan pengakuan sebagai spesialis bedah di RS Dukuh Waringin sekaligus menjabat direktur rumah sakit tersebut. Adapun RS Dukuh Waringin saat itu merupakan rumah sakit pionir yang berjasa dalam pengobatan penyakit Kusta.

Jaman pendudukan Jepang, terus menjalankan RS Dukuh Waringin sebagai milik sendiri dalam bentuk praktik partikelir sendiri.

Sejak Kemerdekaan tahun 1945, rumah sakit tersebut diambil dalam pengawasan Republik Indonesia

Tahun 1947, RS Dukuh Waringin tersebut diakui menjadi rumah sakit Tentara Republik Indonesia (TRI) kemudian menjadi TNI. Semua pegawai masuk dalam dinas tentara TNI. dr Suselo terkait posisinya diberi pangkat Kolonel dalam Divisi II.
Rumah Sakit tersebut mendapat tugas mendidik juru-juru rawat TNI dan memberi pendidikan dan pembekalan kepada dokter-dokter ahli bedah muda yang akan ditempatkan di front-front garis depan pertahanan TNI.

Tanggal 26 Juli 1947, pasukan agresi militer Belanda menguasai Slawi. dr Suselo kemudian ditawan dan dipenjarakan di Tegal. tanggal 23 Mei 1948 dipindahkan ke kamp interniran di Tangerang, tanggal 23 Juni 1948 di penjara di Struiswijk Jakarta dan dibebaskan tanggal 5 Maret 1949.

Atas Persetujuan Dr. Darma Setiawan (Menteri Kesehatan) dan Dr J.Leimena (Menteri Pertahanan), pada Agustus 1950 mengundurkan diri dari dinas ketentaraan dan ditugaskan sebagai dokter karesidenan untuk Bangka/Belitung.

Pada akhir Juni 1954 mengundurkan diri dari dinas kesehatan rakyat dan membuka sendiri praktek dokter sendiri di Tanjung Pandan (Belitung)

PERSIAPAN PENGAMBILALIHAN RSPAD GATOT SUBROTO

Kol. dr Suselo Wiriosapoetro adalah dokter TNI pertama yang masuk ke Militaire Geneeskundige Dienst (Januari 1950), beliau diberi tugas untuk melakukan persiapan penyerahan Rumah Sakit ini dari Pihak Militer Belanda kepada TNI, berkenaan dengan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada 29 Desember 1949 sesuai hasil Koferensi Meja Bundar KMB) di Den Haag Belanda yang juga memutuskan pengalihan berbagai instalasi militer di Indonesia, antara lain Militaire Geneeskundige Dienst Oost Java (sekarang Kesdam V Brawijaya) dan Militaire Hospitaal di Malang (sekarang Rumkit Soepraoen) pada bulan April 1950.
Leger Hospitaal Batavia (Rumah Sakit Tentara Belanda) pada waktu itu berkapasitas 1000 tempat tidur, lengkap dengan bagian anak dan bersalin. Bahkan di bagian Radiologi telah dilengkapi dengan peralatan Rontgen untuk terapi dan untuk pemeriksaan massal Masschess Unit serta alat Radium untuk terapi kanker rahim, selain itu dibagian fisioterapi telah pula dilengkapi dengan alat fisioterapi elektronik. Dengan fasilitas perawatan yang ada pada waktu itu, Rumah Sakit ini terbilang paling lengkap dan modern.

Pembicaraan tentang persiapan penyerahan Rumah Sakit pada awalnya berjalan lancar, namun selanjutnya sering terjadi kemacetan yang disebabkan beberapa masalah yang tidak mendapat kesepakatan kedua pihak. Perlu kiranya kita ketahui bahwa kol Dr.Suselo Wiryosaputro adalah seorang nasionalis sejati yang idealis dan memiliki kepribadian amat kuat sehingga oleh pihak KNIL terkadang dinilai kurang kooperatif. Oleh karena itu untuk kelancaran serah terima rumah sakit, Pimpinan Jawatan Kesehatan kemudian menunjuk Letkol Dr.Satrio menggantikan Kolonel Dr.Suselo untuk mempersiapkan serah terima Leger Hospitaal.


WAFAT

Kol.dr. Suselo Wiriosaputro wafat dan dimakamkan di Tanjung Pandan (Belitung) tanggal 17 September 1959


KONTRIBUSI PENULISAN DI MAJALAH

1.Geeneeskundig Tydschrift voor Ned.Indie
2.Medische Berichten dari Vereeniging van Indonesische Geneeskundigen (VIG)
3.Berita Ketabiban, lanjutan dari Medische Berichten

Sunday, September 18, 2011

Museum Prasasti

Sudah banyak bahasan mengenai museum prasasti. Disini gw hanya ingin share hasil jepretan gw saat main ke sana. Disini gw berusaha untuk menangkap suasana kesedihan saat orang yg dicinta pergi untuk selamanya.








Alexander Loudon (1822-1868), Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda





















Prasasti Soe Hok Gie

Saturday, September 17, 2011

Work Trip to Sawidago, Tentena-Poso Central Sulawesi


Minggu Kemarin gw ada kesempatan untuk jalan ke desa sawidago, Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Perjalanan ke Tentena ditempuh dengan perjalanan darat selama 8 Jam, waktu berangkat gw charter kendaraan yang disana biayanya berkisar 600 sampai 900 ribu untuk rute Palu-Tentena, atau bisa juga sebetulnya naik travel dengan biaya 100 ribu satu orang.



Sungguh menarik perjalanan dari Palu ke Tentena. Walaupun cukup melelahkan, tapi agak terobati dengan suguhan pemandangan alam yang menurut gw cukup keren. Kita harus melewati rute yang berganti-gantian antara gunung dan pantai.

Dari Palu ke arah Tavali itu pemandangan pantai barat Sulawesi, kemudian dari Tavali ke Parigi, kita langsung menanjak ke perbukitan dengan jalan yang berkelok-kelok seperti jalan saat memasuki wilayah perkebunan teh di daerah puncak Jawa Barat. Namun rute ini lebih panjang dari rute puncak dan pemandangannya masih berupa hutan-hutan dengan pohon yang besar-besar.

Ada kejadian yang menarik di rute ini. Jadi kami berangkat dari Palu saat itu Jam 9 malam, dan sampai di daerah perbukitan ini sekitar pukul 11.00 WITA, dan saat tulisan ini dibuat, Indonesia memang sedang mengalami musim panas dan hampir seluruh wilayahnya jarang diguyur hujan. Nah saat kami melewati jalan Tavali-Parigi  turun hujan walau tidak terlalu lebat. Ternyata hal ini memicu kabut yang luar biasa tebal. Bayangkan dengan jalan berkelok yang terkadang hingga belokan yang patah, jarak pandang kita tidak lebih dari 2 meter.

Memasuki Parigi, kita kembali disuguhi pemandangan pantai timur Sulawesi, menghadap Teluk Tomini tepatnya. dan pemandangan pantai ini berlanjut hingga kota Poso. Dan yang menarik dari rute ini adalah anda akan merasa seperti bukan di sulawesi, melainkan sedang jalan di salah satu rute di pulau Bali. Hal ini dikarenakan ternyata daerah ini merupakan daerah transmigrasi yang berasal dari pulau Bali, sehingga sepanjang jalan yang menyusuri daerah pantai terdapat deretan rumah rumah dengan tempat sembahyang ala penduduk Bali, dan tentunya di tandai pula dengan hadirnya beberapa Pura di sepanjang jalan. Sayang saat melewati tempat ini gw tidak sempat foto.

Selain keindahan arsitektur bali yang dapat kita nikmati, dapat kita lihat pula keindahan Teluk Tomini. Teluk yang kelihatannya cukup dalam dan sangat bersih, sehingga menarik segerombol lumba-lumba untuk bermain di dekat tempat kami beristirahat.






















Masuk ke daerah Tentena (Pamona Utara) kita masuk lagi ke daerah perbukitan, dan pemandangan disana di dominasi oleh sebuah danau yang besar yang dikenal dengan Danau Poso, dimana setiap bulan Oktober di danau ini diadakan festival danau Poso yang cukup terkenal. Selain pemandangan danau, hamparan padinya juga cukup luas. Selain dua tempat tadi ada juga gua tentena atau dikenal dengan nama gua tengkorak. Sayang tempat ini tidak terawat.


















Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes