Sunday, January 02, 2011

Wisata Sejarah Kota Medan : Istana Maimun & Meriam Puntung


Istana Maimun adalah Istana kebesaran Kesultanan Deli dengan warna kuningnya (kuning merupakan warna kerajaan Melayu) dan khas gaya seni bina Melayu di pesisir timur. Ia merupakan salah satu mercu tanda yang terkenal di Medan, ibukota Sumatera Utara.











































Istana ini sebenarnya dirancang oleh seorang arkitek Itali dan disiapkan pada tahun 1888 semasa pemerintahan Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah (sultan Deli ke 9) ,





































ia mempunyai keluasan 2,772 meter persegi, dan mempunyai 30 bilik. Binaan Istana Maimun menarik minat ramai pelancong kerana ia mempunyai binaan yang dipengaruhi pelbagai kebudayaan, dari kebudayaan Melayu, Islam, Sepanyol, India, dan Itali.

 
Ketika ini istana tersebut masih didiami oleh keluarga–keluarga sultan. Ruangan pertemuan, foto–foto keluarga kerajaan Deli, perabot rumah tangga Belanda kuno dan pelbagai senjata, terbuka bagi masyarakat yang ingin mengunjunginya. Di istana ini pula terdapat Meriam Puntung yang merupakan peninggalan sejarah daripada kerajaan Deli. Saat ini Sultan Deli yang bertahta adalah sultan deli ke 14. Ia naik tahta ketika berumur 7 tahun dan saat ini berusia hampir 14 tahun. Saat ini ia tinggal di Makassar bersama ibunya yang merupakan keturunan dari raja Bone. Ia naik tahta pada usia muda menggantikan ayahnya sultan Deli ke 13 yang merupakan anggota TNI dan gugur pada saat konflik Aceh masih bergejolak.

Satu blok dari istana Maimun kearah timur, berdiri Mesjid Raya Al Mashun dengan arkitek yang menawan merupakan daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Medan dan sangat mengagumkan.



Legenda Putri Hijau (Meriam Puntung) :

Menurut legenda, dahulu di Kesultanan Deli Lama, sekira 10 km dari Medan, hidup seorang putri cantik bernama Putri Hijau. Kecantikan sang putri ini tersebar sampai telinga Sultan Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa. Sang pangeran jatuh hati dan ingin melamar sang putri. Sayang, lamarannya ditolak oleh kedua saudara Putri Hijau, yakni Mambang Yazid dan Mambang Khayali. Penolakan itu menimbulkan kemarahan Sultan Aceh.

Maka, lahirlah perang antara Kesultanan Aceh dan Deli. Konon, saat perang itu seorang saudara Putri Hijau menjelma menjadi ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang terus menembaki tentara Aceh. Karena menembak terus menerus, meriam itu panas berlebihan sehingga pecah (puntung). Sisa “pecahan” meriam itu hingga saat ini ada di dua tempat, yakni di Istana Maimoon,dan di Desa Sukanalu (Tanah Karo).

Pecahan di Istana Maimoon disimpan di rumah ala Karo yang terdapat di halaman sebelah kanan istana Maimoon. Kenapa dibangun sebuah rumah Karo, itu karena leluhur raja-raja Deli memiliki darah Batak Karo juga selain darah dari India.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes