Monday, September 27, 2010

Employee or Employer

Dalam seminggu terakhir ini dua temen di tempat kerja gw mengajukan resign dari kantor gw. Masing-masing memiliki alasan tersendiri. Yang pasti satu berkiprah di tempat lain dalam bisnis yang sama, yang satu lagi memutuskan untuk berwiraswasta.

Tadi sore, kebetulan gw sempet ngobrol sama yang memutuskan untuk wiraswasta. Banyak hal yang gw peroleh dari dia. Udah banyak orang yang bilang untuk pindah berwiraswasta dari jalur karyawan yang paling penting adalah keberanian. Tapi apakah itu cukup?
Dari obrolan tadi, ada beberapa hal yang gw tangkep dari dia.Jadi sebelum memutuskan untuk pindah ke jalur wiraswasta, kita harus menemukan suatu hal yang bikin kita merasa "klik" dengan profesi kita yang baru. Perasaan klik inilah yang bisa bikin kita yakin. Klik ini bisa kita dapatkan dari pemenuhan terhadap alasan-alasan yang kita miliki.

Adapun alasan untuk pindah berwiraswasta ada banyak, dan bisa beda-beda tiap orang. Contohnya:   pendapatan yang lebih tinggi, kemampuan kita membeli waktu yang kita punya, atau kemudahan dalam menjalankan profesi kita yang baru itu.

Untuk pendapatan yang lebih tinggi, jelas ukurannya. Kalo ditempat kerja sekarang dapet gaji beberapa kali setahun (di kantor gw ada yang namanya uang THR, uang cuti tahunan, sama bonus. Ditambah dengan jaminan kesehatan berupa penggantian biaya perawatan dan pengobatan), nah di profesi kita yang baru kita dapet berapa sebagai kompensasi gaji-gaji yang kita tinggalkan tersebut. 

Yang menarik, mungkin ini juga banyak dilakukan di tempat kerja yang lain, adalah usaha dari pihak manajemen untuk menahan karyawan yang memutuskan untuk resign., dengan mengingatkan kita mengenai benefit-benefit tadi dan yang ditekankan adalah adanya jaminan kesehatan. Usaha-usaha lainnya adalah tawaran-tawaran mengenai gaji yang lebih tinggi sampai cuti diluar tanggungan. Hal ini juga dilancarkan pada temen gw itu. Tapi karena niatnya sudah bulat, dia tentunya memiliki jawaban yang pas untuk meng-counter tawaran-tawaran tersebut. Contohnya ketika diingatkan mengenai biaya perawatan, dia bilang dengan gaji atau pendapatan yang dia dapatkan dari wiraswasta, dia bisa ikut asuransi yang juga mengcover masalah kesehatan itu. Lagipula kita juga kerja bukan untuk sakit

Kemudian untuk tawaran cuti diluar tanggungan (bagi yang blm terbiasa dengan istilah ini, istilah cuti diluar tanggungan di tempat gw adalah pegawai diperkenankan untuk mengambil cuti jangka panjang, maksimal 3 tahun tanpa menerima gaji, dimana setelah melaksanakan cuti, pegawai kembali bekerja kembali), dia menjawab, kalau saya menyetujui opsi ini ,berarti dengan kata lain dia tidak yakin dengan keluarnya dia dari tempat kerja yang sekarang. Kalau diistilahkan "keluar untuk gagal". Hal ini ada benarnya juga karena secara psikologis kita akan merasa aman kalau gagal wiraswasta, dan rasa aman ini justru akan membuat kita bekerja tidak sampai titik darah penghabisan. Kalau kita merasa terancam, justru segala daya upaya akan dilakukan untuk mencegah hal terburuk terjadi.
Kemudian alasan kedua adalah membeli waktu yang kita punya. Maksudnya gimana sih?

Maksudnya, kalo kerja kantoran kaya karyawan kan hidupnya diatur sama kantor. Berangkat pagi-pagi masuk jam setengah 8 pagi, pulang harus jam setengah lima. Malah lebih sering disuruh lembur dapet kerjaan tambahan yang harus selesai karena deadline dari kantor. Nah dengan berwiraswasta, kita bisa membeli waktu-waktu yang "dimiliki" oleh kantor tersebut. Tergantung dari kebijakan manajemennya, terkadang di level-level jabatan tertentu, yang namanya lembur sudah tidak dihitung lagi untuk mendapatkan kompensasi. Yang lebih bikin kurang enak hati adalah ketika sistem penentuan bonus karyawan tidak didasarkan pada pencapaian karyawan secara langsung terhadap target, tetapi pada distribusi normal. Artinya harus ada karyawan yang Jelek walaupun sebetulnya kinerjanya bagus. Misalnya ada bonus yang dibagikan kepada  10 karyawan, sistem penilaian dibagi menjadi tiga kelas: baik, menengah, dan jelek. Dari ke 10 karyawan tersebut semuanya achive target diatas 100 persen. tapi karena ada distribusi normal, maka ada 2 pegawai yang dapet nilai bagus, 6 menengah, dan 2 jelek. Padahal semua achive diatas 100 persen. is that fair?

Nah kalo kita kerja wiraswasta sendiri, kita lebih bisa mengatur jadwal disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi kerja dan waktu dapat dilakukan dan dipergunakan secara lebih efektif.

Yang ketiga adalah kemudahan menjalankan profesi yang baru. Hal ini contohnya dengan banyaknya relasi atau teman yang dapat mendukung kita dalam menjalankan profesi yang baru. Teman dan relasi adalah modal utama seorang businessman.

Tambahan dari acara yang gw tontonan di tv-tv, banyak wirausahawan yang ditanyakan mengenai penting mana modal atau kreatifitas. Banyak yang bilang modal bisa dicari, jadi yang terpenting adalah kreatifitas dan kesungguhan (totalitas).

Jadi kalau ada diantara rekan-rekan employee yang sedang mikir untuk jadi employer... saran gw adalah coba jajakin dulu bisnis yang akan kita tuju... sampai kita ketemu dengan bisnis yang "klik" dengan kita. Setelah itu lihat apakah bisnis itu memenuhi alasan-alasan rekan-rekan (contoh alasan itu adalah 3 alasan diatas tadi). Setelah sesuai dengan alasan rekan-rekan, maka persiapkan untuk melakukan bisnis dengan totalitas. Hilangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengurangi totalitas tersebut.

So Employee or Employer?

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes